Maklum karena radio ini adalah Radio News and Interaktif maka mendengarkan opini menjadi makanan sehari hari penyiar. Bahkan pegawai administrasi radiopun bisa tahu topik apa yang lagi di ungkit oleh audiens. Kasus korupsi yang melibatkan Angelina Sondakh dan sudah disidangkan Rabu jadi perbincangan hangat sampai urusan yang kecil seperti jalan berlubang.
Pernahkah kita berpikir bahwa mengeluarkan opini dan komentar sudah menjadi kebutuhan bagi banyak orang. Banyak orang yang mengatakan bahwa dirinya tidak pintar bicara jadi takut beropini di radio . Tapi ketika ia beropini ngomongin kasus korupsi di Indonesia dihadapan sanak saudara dan sama tetangganya wow ternyata dia pintar juga mnegeluarkan komentar . Itu bukti opini bukan urusan orang yang bicara di radio atau Tv tapi sudah urusan hasrat komunikasi masyarakat dalam pergaulan di masyarakat atau keluarga.
Seorang pendengar bercerita kalau kebutuhan pulsa satu bulannya memang dia anggarkan untuk bicara di Media seperti radio. Dan ia tidak peduli dengan biaya pulsa yang penting uneg-unegnya keluar . Ia juga cerita kalau radio seperti zGlobal FM ini tidak mengudara karena ada perbaikan tehnis dia jadi bingung. Kalau sudah begini apa kita boleh menyimpulkan bicara / opini memberi komentar apa sudah menjadi kebutuhan?
Seorang pendengar bercerita kalau kebutuhan pulsa satu bulannya memang dia anggarkan untuk bicara di Media seperti radio. Dan ia tidak peduli dengan biaya pulsa yang penting uneg-unegnya keluar . Ia juga cerita kalau radio seperti zGlobal FM ini tidak mengudara karena ada perbaikan tehnis dia jadi bingung. Kalau sudah begini apa kita boleh menyimpulkan bicara / opini memberi komentar apa sudah menjadi kebutuhan?
Bahkan di era social network masyarakat sudah pandai berkomentar . terlepas komentarnya asal-asalan atau serius itulah bukti bahwa sebenarnya kita ini pintar beropini walau sebatas tulisan di facebook,twitter dan lain-lain. Karena kekuatan social network inilah maka acara tebar opini di radio sudah mensinergikan dengan kekuatan social networks seperti facebook
Sebagai penyiar kadang-kadang kita menemukan sebuah opini atau komentar yang asal bunyi tapi juga sebaliknya saya mendengar komentar yang luar biasa dan itu menjadi ilmu tersendiri yang bisa saya serap dan jadi bahan perenungan . Istilah kerennya opininya sangat inspiratif serta membuat orang lain terpancing untuk melahirkan ide baru.
Ada sebuah ide yang dilontarkan pendengar agar KPK belajar ilmu hipnotis sama Uya Kuya agar bisa menghipnotis tersangka korupsi untuk bicara jujur kemudian saat bicara jujur itu direkam. Atau KPKmenyewa para ahli hipnotis .Kita tidak tahu ilmu hipnotis dan tidak tahu sistem hukum Indonesia dan dunia apa memperkenankan hal seperti itu. Yang jelas ini hanya sebuah ide pendengar .
Kemudian muncul uneg-uneg dari pendengar. Kita keman-mana mesti bawa alat rekam untik transaksi bisnis,lho kenapa ? .Ya alat rekam itu sebagai temannya kwitansi ketika seseorang berutang disamping menulis MOU dan kwitansi juga mereka disuruh membaca disebuah alat rekam contoh "saya anu dengan ini menyatakan dengan sesunggunya......dst".
Ada yang beropini Hukuman mati plus pengucilan sampai 7 keturunan bagi koruptor. Hmm serem juga ya ...yah walaupun itu tidak mungkin ini salah bukti betapa rakyat marah kalau kasus korupsi ini sampai tidak melahirkan keputusan yang adil dan tegas .Rakyat yang mana sih yang tidak sebal dengan para koruptor .
Sempat ada SMS yang bertanya pada kami kenapa radio global membiarkan orang marah nggak karuan bikin aja acara khusus yaitu acara "marah". Ternyata pendengar juga tidak suka cara dan gaya opini pendengar lain.
Dari itu semua paling bijak bila penyiar selalu tanyakan solusi pada pendengarnya agar acara interaktif itu memberi manfaat dan inspiratif.Jadi bukan seperti acara "ngerumpi". Lihatlah juga di TV para narsumberpun dibiarkan bertengkar , presenter membiarkannya. Narsumber saling ngotot dengan argumentnya dan mereka saling rebutan bersuara sehingga kedengarannya gaduh suara tabrakan dibiarkan . Acara tv itu selalu berkembang ketika dulu saling ngotot dan marah di Tv diharamkan nah sekarang menjadi sesuatu yang lambat laun dianggap wajar.
Lihatlah juga di TV dan Radio sudah mulai banyak dan biasa penyiar sebagai pewawancara juga turut beropini dan bahkan mengeluarkan pernyataan yang sederajat dengan narasumbe. Kalau begitu apa sih beda presenter dengan narasumber kalau sama-sama bisa beropini dan sama-sama presenter seperti turut marah ? lho . Mestinya presenter hanya TUKANG TANYA
Kembali ke Radio Terkadang saya tidak mendengarkan sebuah opini yang membangun tapi lebih pada amarah besar pendengar Hmm kalau sudah begini kesannya ia marah sama penyiar padahal ia marah dengan keadaan dan peristiwa padahal ia sedang beropini. Ya sudah lah ini saya anggap sebagai keberhasilan radio menampung warna warni kondisi kejiwaan pendengar .
0 komentar:
Posting Komentar